Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro (Foto) ANTARA |
Jakarta,Jurnal Investigasi.com -Kejaksaan mencatat sejarah dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia. Jaksa penuntut umum menuntut mati seorang terdakwa korupsi.
Terdakwa itu ialah Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Ia dituntut hukuman mati karena dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana PT ASABRI (Persero) serta pencucian uang.
"Menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan primer dan kedua primer, menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, dikutip dari Antara, Senin (6/12).
Heru adalah satu dari tujuh terdakwa perkara dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang dijadwalkan untuk menjalani sidang pembacaan tuntutan pada hari ini.
Selain dituntut hukuman mati, Heru Hidayat juga dituntut membayar pidana pengganti. Yakni sebesar keuntungan yang diterima dalam perkara ini.
"Membebankan terdakwa dengan biaya pengganti sebesar Rp 12,643 triliun dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh kejaksaan dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut," kata jaksa.
Heru dinilai terbukti melakukan perbuatan dalam dua dakwaan, yaitu dakwaan pertama Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta dakwaan kedua Pasal 3 UU tentang Pencucian Uang. Ketentuan soal ancaman mati dalam UU Tipikor temuat dalam Pasal 2.
Selain dituntut hukuman mati, Heru Hidayat juga dituntut membayar pidana pengganti. Yakni sebesar keuntungan yang diterima dalam perkara ini.
"Membebankan terdakwa dengan biaya pengganti sebesar Rp 12,643 triliun dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh kejaksaan dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut," kata jaksa.
Ada delapan orang terdakwa dalam perkara ini, yaitu Direktur Utama (Dirut) PT Asabri Maret 2016-Juli 2020 Letjen (Purn) Sonny Widjaja, Dirut PT Asabri 2012-Maret 2016 Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri Juli 2014-Agustus 2019 Hari Setianto, Dirut PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) Lukman Purnomosidi, Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo, Dirut PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.
Sonny Widjaja sudah terlebih dulu menjalani sidang tuntutan. Ia dituntut 10 tahun penjara.
Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro diketahui merupakan terpidana kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Keduanya divonis penjara seumur hidup
PT. ASABRI mendapatkan pendanaan yang berasal dari dana program THT (Tabungan Hari Tua) dan dana Program AIP (Akumulasi Iuran Pensiun) yang bersumber dari iuran peserta Asabri setiap bulannya yang dipotong dari gaji pokok TNI, Polri, dan ASN/PNS di Kemenhan sebesar 8 persen dengan rincian untuk Dana Pensiun dipotong sebesar 4,75 persen dari gaji pokok, dan untuk Tunjangan Hari Tua (THT) dipotong sebesar 3,25 persen dari gaji pokok.
Sebelum Heru Hidayat, pernah ada terdakwa korupsi BNI, Dicky Iskandar Dinata, yang dituntut mati. Namun, hingga kini, belum pernah ada vonis yang mengabulkan tuntutan mati terhadap koruptor.(Red*)