• Jelajahi

    Copyright © Media Jurnal Investigasi
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Sunoko SH : " Karya Jurnalistik Tidak Boleh Di Kriminalisasi "

    Redaksi
    06 Juni 2023, 14:23 WIB Last Updated 2023-06-06T21:15:10Z

    Sunoko,SH pemerhati Insan Pers (Foto/dok Sunoko)

    Cirebon,Jurnal Investigasi.com- pers di anggap sebagai pilar  demokrasi setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Namun, bagaimana pilar itu bisa kokoh jika jurnalisnya bekerja di bawah bayang-bayang ancaman kriminalisasi?

    Kemerdekaan pers di Tanah Air dihadapkan pada masa depan kelam pascapengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Sejumlah ketentuan di dalamnya sangat berpotensi menjerat wartawan dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik.

    UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur penyelesaian masalah akibat pemberitaan pers. Mekanismenya dapat melalui hak jawab atau hak koreksi. Namun, dalam praktiknya, kasus jurnalis yang dipidana karena karya jurnalistiknya masih terus terjadi.


    Sebagai pemerhati insan pers menyayangkan jika Masih saja ada pihak pihak yang berupaya mengkriminalisasi wartawan karena di anggap mencemarkan nama baik. Padahal mekanisme penyelesaian sengketa pers telah di atur dalam Undang Undang Pers 40 tahun 1999.


    Pemberitaan dugaan fakta poliandri oleh seorang wanita yang di ungkap oleh media jejak investigasi.id  berujung pada somasi pihak yang tidak terima atas pemberitaan dengan dalih pencemaran nama baik.


    Apa yang di beritakan oleh media jejak investigasi tentu nya berdasarkan bukti-bukti dan fakta fakta baik dari narasumber atau pun temuan investigasi ketika mencari informasi untuk di jadikan berita yang akurat.


    Somasi tanpa mengajukan hak jawab atas pemberitaan tentu nya bisa di sinyalir serangan atas kebebasan pers di tanah air. Meski pengajuan hak jawab atau tidak adalah hak pihak yang tidak terima namun sebagai bentuk penghormatan atas adanya UU pers seharusnya pihak yang tidak terima atas pemberitaan melayangkan hak jawab, karena di atas hukum ada etika yang perlu di jalankan.


    Pihak penyidik tentu nya perlu berhati hati dalam menangani perkara sengketa pers, karena sudah ada kesepakatan antara dewan pers dan polri dalam penanganan kasus sengketa pers


    Polri harus memberi rasa aman terhadap masyarakat termasuk jurnalis, karena seorang jurnalis bertugas sebagai kontrol sosial, dalam hal ini apa yang di lakukan wartawan media jejak investigasi adalah memberi informasi dan kontrol sosial


    dalam melaksanakan tugasnya tentu jurnalis memegang teguh kode etik jurnalistik. Seperti mengecek dan mengkonfirmasi informasi yang diperoleh secara berulang-ulang sebelum naik jadi menjadi karya jurnalistik 


    seluruh dunia kebebasan pers tidak absolut sifatnya. Di Indonesia, di era Orde Baru, seperti juga di negara-negara lain yang menganut paradigma otoriter, rambu-rambu penyelenggaraan pers (1) memerlukan izin terbit, (2) disensor dan dapat dibredel,(3) dikontrol pemerintah, dan (4) karya jurnalistiknya dapat divonis sebagai karya kejahatan.


    Di negara yang menganut paradigma demokrasi seperti AS, negara-negara Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, Australia, politik hukum negaranya tidak menganut criminal defamation, tetapi civil defamation. Karya jurnalistik yang berkandungan penghinaan dan pencemaran nama baik dapat diproses dalam perkara perdata dengan ancaman denda proporsional/tidak untuk membangkrutkan. Terhadap berita (1) bertujuan memeras, (2) berintensi malice, (3) hasil fabrikasi, dan (4) yang melakukan contempt ofcourt, (produsernya) dapat dipidana penjara memedomani Penal Code.

    Negara-negara berkembang seperti Ghana, Uganda, Kroasia,Togo, Republik Afrika Tengah, dan Sri Lanka telah mereformasi politik hukum negaranya dari kriminalisasi pers ke dekriminalisasi pers. Negara negara itu telah (1) menghapus ketentuan hukum pidana tentang pencemaran nama baik (defamation), penghinaan (insult), fitnah (slander, libel), dan kabar bohong (false news) bagi karya jurnalistik yang dibuat dengan niat baik (in good faith) dan demi kepentingan umum dan (2) mengubahnya menjadi ketentuan hukum perdata, dengan sanksi denda proporsional.


    Mengapa negara-negara berkembang itu menghapus politik hukum yang mengkriminalkan pers? Karena dalam perang antara rakyat dan pers profesional melawan pejabat yang tidak becus dan korup, KUHP negara-negara itu selalu lebih berpihak kepada pejabat, politisi, dan pengusaha yang diberitakan pers sebagai bermasalah dan diduga melakukan praktik-praktik bad goverment.


    UU Pers (No40/1999) juga telah menganut politik hukum yang tidak mengkriminalkan pers dalam pekerjaan jurnalistik. Kesalahan karya jurnalistik diselesaikan dengan hak jawab.

    (Penulis adalah pemerhati insan pers/ praktisi hukum pidana/perdata)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini