Mempawah,Media Jurnal Investigasi-|Mantan Ketua DPRD Kabupaten Mempawah, Ria Mulyadi, diperiksa intensif oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama hampir tujuh jam di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (13/6). Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan senilai Rp75 miliar yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2015.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya Sabtu (14/6), membenarkan bahwa pemeriksaan terhadap Ria dilakukan dalam rangka pendalaman perkara dugaan penyimpangan proyek dua ruas jalan strategis di Kabupaten Mempawah, yakni Jalan Sekabuk–Sei Sederam dan Jalan Sebukit Rama–Sei Sederam.
“Pemeriksaan terhadap saksi Ria Mulyadi dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, berkaitan dengan penyelidikan proyek jalan di Mempawah yang diduga kuat menimbulkan kerugian negara,” ujar Budi.
Pantauan wartawan di lokasi menunjukkan, Ria Mulyadi keluar dari gedung KPK sekitar pukul 16.45 WIB dengan langkah cepat. Ia enggan memberikan pernyataan kepada wartawan yang telah menunggu sejak siang. Dalam video yang kini viral di media sosial, Ria terlihat menolak menjawab sejumlah pertanyaan, termasuk mengenai dugaan aliran dana dan keterlibatan pihak kontraktor pelaksana. Ia langsung menuju kendaraan dinas menuju sebuah hotel tidak jauh dari kompleks KPK.
Nama Ria Mulyadi terseret dalam pusaran kasus ini karena jabatannya kala itu sebagai Ketua DPRD Mempawah, yang memiliki kewenangan dalam pembahasan dan pengesahan anggaran proyek. Selain itu, Ria juga diketahui merupakan adik kandung dari Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, yang pada tahun 2015 masih menjabat sebagai Bupati Mempawah—periode saat proyek ini mulai digulirkan.
Proyek pembangunan Jalan Sekabuk–Sei Sederam dan Sebukit Rama–Sei Sederam sempat digadang-gadang sebagai prioritas pembangunan daerah. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa beberapa segmen jalan mengalami kerusakan parah hanya dalam waktu singkat. Sejumlah warga menilai proyek tersebut bermasalah sejak awal, mulai dari kualitas pengerjaan hingga spesifikasi teknis yang tak sesuai.
KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara ini, terdiri dari dua penyelenggara negara dan satu pihak swasta. Namun, hingga berita ini diturunkan, lembaga antirasuah tersebut belum mengungkap identitas para tersangka maupun uraian konstruksi perkaranya secara lengkap.
Sebelumnya, penyidik KPK juga telah menggeledah Kantor Dinas PUPR Kabupaten Mempawah dan menyita sejumlah dokumen serta perangkat elektronik yang berkaitan dengan proyek. Langkah tersebut dilakukan sebagai bagian dari pengumpulan alat bukti tambahan.
Sumber internal menyebutkan, terdapat indikasi kuat terjadinya mark-up anggaran, pengondisian lelang, serta penggunaan material di bawah standar dalam pengerjaan proyek tersebut. Dugaan ini tengah menjadi fokus penyidik dalam merangkai skema korupsi yang diduga melibatkan sejumlah aktor kunci dari legislatif dan eksekutif daerah.
Respons publik Kalimantan Barat terhadap kasus ini sangat tinggi. Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak KPK agar tidak tebang pilih dan menindak siapa pun yang terbukti terlibat, termasuk jika menyentuh nama-nama elite politik di tingkat provinsi.
“KPK jangan hanya berhenti pada penyedia jasa dan pejabat teknis. Kalau memang ada peran elite politik yang menekan, mengatur atau ikut menerima keuntungan dari proyek ini, semua harus diproses hukum,” ujar Yusran Damanik, aktivis antikorupsi Kalbar, dalam pernyataannya kepada media.
Masyarakat kini menantikan sikap tegas KPK dalam membongkar sepenuhnya jaringan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dan merusak integritas pembangunan infrastruktur daerah.
Sumber : Tim /m.suapandi