Majalengka,Media Jurnal Investigasi-Musyawarah Cabang (MUSCAB) III Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPC APDESI) Kabupaten Majalengka yang digelar di Gedung Nyi Rambut Kasih, Pendopo Pemda Majalengka pada Rabu (11/6), berubah menjadi arena ketegangan dan debat terbuka di antara peserta.
Alih-alih berjalan kondusif dan menghasilkan keputusan strategis untuk kemajuan pemerintahan desa, kegiatan tersebut justru diwarnai berbagai interupsi tajam dari para peserta yang mempertanyakan legalitas dan keabsahan Surat Keputusan (SK) Dewan Pimpinan Kecamatan (DPK) APDESI di sejumlah wilayah. Ketidakhadiran SK yang sah menjadi sorotan utama, memicu ketegangan di ruang sidang.
Puncak ketegangan terjadi ketika rombongan dari Kecamatan Leumahsugih memutuskan walkout secara demonstratif dari forum, sebagai bentuk protes terhadap proses yang dinilai tidak transparan dan cacat prosedur. Langkah tersebut menjadi simbol ketidakpercayaan terhadap kepanitiaan dan mekanisme pelaksanaan MUSCAB.
“Bagaimana mungkin kami diminta mengikuti sebuah proses pemilihan jika SK DPK saja belum jelas? Ini mencederai asas demokrasi dalam organisasi,” ujar salah satu peserta yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi forum pun mengalami kebuntuan (deadlock). Perdebatan sengit antar peserta tidak kunjung mencapai mufakat, dan upaya mediasi dari pimpinan sidang tak membuahkan hasil. Hingga akhir acara, tidak ada keputusan final yang dapat disepakati bersama.
Panitia pelaksana tampak kecewa dengan jalannya kegiatan. Salah satu anggota panitia mengaku bahwa segala persiapan telah dilakukan, namun dinamika yang muncul di luar kendali mereka.
“Kami berharap kegiatan ini menjadi ajang konsolidasi dan silaturahmi. Sayangnya, atmosfernya justru penuh ketegangan dan penuh kekecewaan,” ujarnya.
Kegagalan MUSCAB III ini menandai kemunduran dalam konsolidasi organisasi APDESI di tingkat kabupaten, dan mencerminkan persoalan struktural yang belum terselesaikan. Lemahnya koordinasi antar kecamatan, minimnya transparansi dalam pengesahan SK, serta buruknya komunikasi panitia, menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak.
Dengan deadlock yang belum menemukan solusi, masa depan kepengurusan DPC APDESI Kabupaten Majalengka berada dalam tanda tanya besar. Diperlukan langkah evaluatif dan pembenahan serius agar organisasi ini tidak kehilangan legitimasi di mata para kepala desa yang menjadi anggotanya. (*)