Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com - Komisi III DPR RI menyoroti dugaan pemerasan, kriminalisasi, dan penyalahgunaan kewenangan terhadap mantan Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon, dalam Rapat Panja Reformasi Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan pada Kamis (4/12/2025) di Jakarta.
Kesaksian itu disampaikan istri Petrus, Jois Pantury, bersama Jhon Lakolo, yang menghadiri rapat dan memaparkan rangkaian pertemuan antara Petrus dan sejumlah pejabat kejaksaan sejak November 2023.
Pantury menjelaskan bahwa pertemuan pertama terjadi pada 23 November 2023 sekitar pukul 20.51 WIB di Hotel Golden Butik, Jakarta, antara Petrus dan Muji Martopo, yang saat itu menjabat Asintel Kejati Maluku.
Dalam pertemuan tersebut, menurut Pantury, Muji menyampaikan pesan dari Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Tanimbar saat itu, Dadi Wahyudi, agar Petrus menyiapkan dana Rp10 miliar untuk mengamankan pencalonan pada Pilkada 2024.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Pantury menyebut terjadi pertemuan lanjutan antara Petrus dan Dadi Wahyudi di halaman RS Pertamina Bulungan, Jakarta, untuk membahas kemampuan Petrus memenuhi permintaan dana.
Melalui percakapan telepon saat pertemuan tersebut, Dani menanyakan “Bapa bisa berapa?”, dan Petrus menyanggupi Rp200 juta, yang disebut Dani sebagai jumlah yang terlalu kecil.
Pantury kemudian mengungkap dugaan penggeledahan tanpa surat perintah di Hotel Kamari Ambon pada 22 November 2023 sekitar pukul 23.40 WIT oleh seseorang yang ia kenali sebagai Riki Santoso, staf kejaksaan yang disebut bekerja di bawah Dadi.
Menurut keterangan itu, penggeledahan berlangsung di kamar nomor 605 lantai enam, yang sebelumnya diminta disiapkan untuk Petrus, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan mengenai permintaan dana Rp10 miliar.
Pantury menyatakan bahwa pihak keluarga memiliki bukti pendukung berupa rekaman video, tangkapan layar percakapan, dan rekaman CCTV Hotel Kamari yang menunjukkan rangkaian kejadian tersebut.
Dalam rapat, Pantury menyampaikan bahwa dugaan pemerasan dan proses hukum yang dianggap tidak proporsional menyebabkan Petrus tidak dapat mengikuti Pilkada Kepulauan Tanimbar 2024, meski telah memperoleh rekomendasi dari beberapa partai.
Ia juga menyebut bahwa sejumlah komisaris dan direksi BUMD PT Sumber Energi diperiksa pada 2023 dan diduga menerima tekanan agar menyatakan adanya aliran dana kepada Petrus, tetapi tidak ada saksi yang mampu membuktikan hal tersebut.
Perkembangan kasus berlanjut ketika pada 14 April 2025, Direktur Utama dan Direktur Keuangan BUMD ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara penyertaan modal, dan Petrus kembali dipanggil oleh Kejati Maluku pada 24 Oktober 2025.
Saat memenuhi panggilan penyidik pada 20 November 2025, Petrus dikatakan menunggu berjam-jam sebelum kembali ditetapkan sebagai tersangka, tanpa didampingi penasihat hukum yang ia tunjuk, sementara penyidik menghadirkan pengacara yang tidak pernah dimintanya.
Pantury menambahkan bahwa Petrus tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atau surat penyidikan terkait perkara penyertaan modal BUMD PT Tanimbar Energi, yang menurut laporan BPK 2022 tidak menimbulkan kerugian negara.
Ia menyampaikan bahwa PT Tanimbar Energi dibentuk pada 2013, ketika Petrus belum menjabat Bupati, sehingga menurutnya tidak relevan jika dikaitkan langsung dengan dugaan penyimpangan pada masa jabatannya.
“Suami saya tidak menerima satu rupiah pun. Kami hanya menuntut keadilan dan proses hukum yang jujur, bersih, dan manusiawi,” ujar Pantury dalam rapat tersebut.
Beberapa anggota Komisi III dalam rapat mendorong dilakukan evaluasi dan investigasi independen terkait dugaan pemerasan serta memastikan proses penegakan hukum berlangsung transparan dan akuntabel.
Hingga berita ini diterbitkan, wartawan masih berupaya meminta konfirmasi kepada Kejaksaan Negeri Kepulauan Tanimbar, Kejati Maluku, dan pihak-pihak yang disebutkan dalam kesaksian tersebut. Belum ada penjelasan resmi yang diberikan. (*)



