Bekasi,Media Jurnal Investigasi-Kabupaten Bekasi kembali menjadi sorotan publik setelah dua kasus dugaan korupsi dengan nilai kerugian besar terungkap hampir bersamaan. Kasus pertama terjadi pada pengelolaan dana hibah di lingkungan National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Kabupaten Bekasi, disusul dengan pengungkapan dugaan manipulasi tunjangan perumahan di Sekretariat DPRD Kabupaten Bekasi. Kedua kasus ini memperlihatkan pola penyimpangan anggaran yang sistemik serta lemahnya pengawasan internal di sejumlah institusi daerah.
Penyalahgunaan Dana Hibah NPCI
Kasus dugaan korupsi di NPCI Kabupaten Bekasi mencuat setelah penyidik Polres Metro Bekasi menemukan adanya ketidaksesuaian antara laporan pertanggungjawaban dan serapan anggaran dana hibah tahun anggaran 2024. Dana hibah senilai Rp12 miliar yang dialokasikan Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk pembinaan atlet difabel diduga tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Sebagian anggaran dilaporkan masuk ke kegiatan fiktif, sementara sejumlah lainnya digunakan untuk kepentingan pribadi pengurus. Audit awal menemukan kerugian negara sekitar Rp7 miliar. Dua pengurus NPCI telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk kepentingan penyidikan.
Kasus ini menimbulkan keprihatinan mendalam di tengah upaya peningkatan prestasi atlet difabel, karena dana publik yang seharusnya memperkuat aktivitas olahraga dan fasilitas pendukung justru diselewengkan secara terstruktur.
Manipulasi Tunjangan Perumahan DPRD Bekasi
Tidak berselang lama, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengumumkan penetapan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi. Mantan Sekretaris DPRD (Sekwan) dan mantan Wakil Ketua DPRD ditetapkan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penggelembungan nilai tunjangan melalui pengabaian hasil resmi penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Penilaian awal KJPP menetapkan besaran tunjangan sesuai kewajaran harga sewa hunian di wilayah Kabupaten Bekasi. Namun hasil tersebut ditolak oleh pimpinan dewan dan digantikan dengan perhitungan baru yang dilakukan secara sepihak, tanpa dasar hukum dan tanpa prosedur penilaian independen sebagaimana diatur regulasi. Tindakan tersebut diduga menimbulkan kerugian negara mencapai Rp20 miliar.
Pengungkapan kembali kasus di tubuh legislatif memperkuat dugaan bahwa penyimpangan anggaran bukan peristiwa tunggal, melainkan terjadi secara sistematis melalui celah regulasi dan lemahnya sistem kontrol.
Indikasi Sistemik dan Tuntutan Reformasi Pengawasan
Analisis terhadap kedua kasus ini menunjukkan adanya pola yang serupa: lemahnya mekanisme pengawasan, minimnya transparansi, serta adanya kewenangan yang digunakan untuk mengatur skema pembiayaan di luar ketentuan. Dugaan penyimpangan ini berdampak langsung pada efektivitas penggunaan anggaran publik dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah.
Pemerintah daerah didorong untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh, mulai dari sistem penyaluran hibah, pengawasan internal pada sekretariat dewan, hingga prosedur administrasi yang rentan dimanipulasi. Selain itu, aparat penegak hukum diminta untuk tidak berhenti pada tersangka yang ada, tetapi mengembangkan penyidikan terhadap pihak yang berpotensi terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Penutup
Rangkaian kasus dugaan korupsi yang terungkap dalam waktu berdekatan ini menjadi alarm penting bagi Kabupaten Bekasi. Penanganan yang cepat, tegas, dan transparan menjadi harapan publik agar sistem pemerintahan daerah dapat kembali bersih, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
(Iyus Kastelo)


