Jakarta, Jurnalinvestigasi.com-Institute for Development of Economies and Finance (INDEF) menggelar diskusi publik tentang "Keluh Kesah Masyarakat, Saat Harga Pangan dan Energi Meningkat" pada hari Kamis (14/4/2022).
Dalam diskusi itu turut hadir, Eisha M Rachbini, Ph.D. Kepala Center of Digital Economy and SME’s INDEF dan Natasha Yulian, Data Analyst Continuum Data Indonesia
Dr. Eisha M Rachbini mengungkapkan bahwa, secara analisis dari sudut pandang perekonomian, kenaikan harga komoditas disebabkan oleh dua hal Pertama, Setelah meredanya pandemic covid 19 di dunia yang menyebabkan terhentinya semua aktivitas ekonomi dan sosial, permintaan yang berangsur pulih dari konsumen akan komoditas minyak goreng belum disambut memadai oleh sisi supply.
Hal itu terjad, kata dia, karena kecepatan demand tidak dapat diimbangi oleh faktor produksi di industri karena masih terhambat akibat terhentinya produksi karena pandemi.
"Kedua, Terjadi disrupsi supplu chain, di mana selama pandemi terjadi layoff shipping firm yang mengganggu distribusi barang di seluruh dunia. Akibatnya supply terhambat dan tidak memenuhi permintaan pasar barang dan jasa yang mulai berangsur pulih. Ditambah lagi saat ini terjadi perang Rusia dan Ukraine yang langsung mendorong kenaikan harga minya bumi di atas 100 USD per barel. Begitu pula harga komoditas yang lain seperti CPO, batubara, nikel dan kakao," jelasnya.
Rusia dan Ukraine, lanjut dia, adalah produsen terbesar gandum dunia, oil, metal nikel dan batubara serta bahan baku fertilizer. Perang mengakibatkan harga komoditas-komoditas penting tersebut naik tinggi.
" Kenaikan harga mengakibatkan inflasi tinggi yang berdampak pada beban harga produksi pada industri menjadi meningkat. listrik, LPG, BBM. Cost structure yang meningkat dengan demikian akan menyebabkan harga produk akhir juga meningkat, dan dapat mendorong inflasi. Otomatis daya beli konsumen juga akan menurun," ungkapnya.
Ketika cost structure naik, appetide untuk berinvestasi kembali akan berkurang, karena modal industri menjadi terbatas.
Menurutnya, ketika sisi konsumsi dan investasi, dua komponen pada pembentukan PDB terganggu, maka akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
"Disarankan kepada pemerintah untuk memperhatikan bantalan sosial kepada masyarakat kurang mampu. Khususnya ketika terjadi shock harga-harga. Subsidi berfungsi agar masyarakat tidak jatuh lebih dalam kepada kemiskinan. Meski itu artinya, subsidi pemerintah akan naik dan beban anggaran pemerintah bertambah," jelasnya.
Sementara itu, Natasha Yulian menjelaskan, bahwa analisis yang dilakukan adalah respon masyarakat yang dituangkan di media sosial terhadap fenomena kenaikan harga-harga bahan pokok khususnya komoditas. Kenaikan harga terjadi setelah sebelumnya ada kelangkaan minyak goreng. Kenaikan harga-harga di bulan puasa dan menjelang hari raya disebutkan menjadi “doule killed” atau pukulan ganda kepada masyarakat.
"Kenaikan minyak goreng (64,29%) menjadi kenaikan paling tinggi dari enam bahan pokok lainnya seperti daging, Pertamax, daging ayam, LPG non subsidi dan kedelai," jelasnya.
Proses Analisis data pendapat masyarakat di media sosial dilakukan pertam dengan menyimak twit-twitt netizen di media sosial, setelah itu dilakukan pembersihan twit media dan buzzer sehingga tercapai buzzer free, lalu dilakukan analisi ekplosur perbincangan, analisis sentimen dan analisis topik perbincangan. Perbicangan kenaikan harga-harga tercatat memuncak pada 31 Maret 2022.
"Dari profil data perbicangan pada 30/02/22 – 10/04/22 terekam berasal dari 95.057 perbincangan dari 81.083 akun twitter. 76% berasal dari Pulau Jawa, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Banten.
5. 53% perbincangan berisi respon masyarakat terhadap kenaikan harga Pertamax (52,103 twitt), lalu minyak goreng (37,857), LPG (4,522), daging (10800, dan kedelai (625)," lanjutnya.
" 69% perbincangan berisi keluhan masyarakat terhadap kenaikan harga terhadap berbagai komoditas di pasaran. Kedelai memiliki respon positif lebih besar. Sentimen negatif terjadi pada harga daging 88,57%, Pertamax 84,87%, LPG 83,99%, Minyak goreng 69,285," sambungnya.
" 65% perbincangan mengaitkan kenaikan harga komoditas dengan Presden Joko Widodo (17.277 twitt), mengaitkan dengan Erick Thohir (2790), LBP (2705), Basuki Tjahya (2127) M Lutfi (747), Puan Maharani (491), Airlangga (320) dan Megawati (262)," jelasnya.
Lebih jauh, ia mengatakan, Joko Widodo (53,1), Erick Thohir (21,85), dan Basuki Tjahaya (17,8%) menjadi tokoh paling dikaitkan dengan kenaikan harga Pertamax. LBP (45,8%) dan Joko Widodo (35,3%) menjadi tokoh paling dikaitkan dengan kenaikan harga LPG.
"Perbincangan terkait minyak goreng didominasi oleh permintaan menindak mafia migor (26,36%) dan penjelasan terkait kenaikan harganya (21,05%). Harga migor naik rakayt menjerit (20,27%), Kejutan Ramadhan = harga migor naik dan sembako naik (17,54%)," katanya.
"Respon masyarakat terkait BLT minyak goreng diperbincangkan oleh 24,429 pembicaraan dari 15,541 akun. per tanggal 31/03/22 – 11/04/22, dengan twit positif sebanuyak 56,5% dan twit negative sebanyak 43,5%," imbuhnya. (Wan)