TARAKAN, Jurnalinvestigasi.com – Polemik kaburnya warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIA Kota Tarakan, Andi Arif alias Hendra (32) ternyata sampai ke telinga warga Lapas lainnya. Informasi tersebut jadi bahan bicara hingga akhirnya Hendra kembali diamankan aparat Mako Satbrimob Polda Kaltara pada Minggu (04/9/2022) lalu.
Berdasarkan informasi, Hendra merupakan tahanan atau narapidana Lapas Kelas IIA Tarakan dalam kasus kepemilikan narkotika jenis sabu seberat 11 kg yang telah divonis hukuman 18 tahun penjara. Hukuman pertama 12 tahun sudah selesai. Namun dalam perjalanan hukumannya, Hendra kembali berulah sehingga diputuskan harus menjalani hukuman 18 tahun lagi.
Nah, belum tuntas hukumannya, Hendra kembali berulah. Dia dikabarkan kabur dari Lapas Kelas IIA Kota Tarakan belum lama ini. Padahal, dia baru 9 tahun menjalani hukumannya.
"Kemudian muncullah tanda tanya, sejatinya narapidana yang telah menjalani hukuman selama bertahun-tahun di Lapas, mestinya sudah bersih dari pengaruh narkotika," ungkap Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara provinsi Kalimantan Utara (LNPPAN Kaltara), Fajar Mentari Fajar Mentari saat ditemui di Kafe Boss'Q di bilangan Jalan Kusuma Bangsa, Tarakan Timur.
Di sisi lain, kata FM -begitu sapaannya, petugas Satbrimob Polda Kaltara yang mengamankan Hendra patut diacungi jempol. Selain mengamankan Hendra, aparat Satbrimob Polda Kaltara juga dinilai cekatan melakukan tes urine terhadap Hendra yang hasilnya positif.
"Ini dilakukan karena Hendra merupakan napi narkoba, sehingga potensi untuk masuk ke lubang yang sama itu sangat patut diduga, dan terbukti dugaan petugas tidak meleset. Ini merupakan sikap antisipasi penghilangan jejak pelanggaran, yang pada prinsipnya bahwa tidak boleh ada potensi pelanggaran yang lolos dari pengawasan petugas Brimob sebelum meninggalkan pos pengamanan Mako Brimob," ungkap FM.
Hal lainnya, sambung FM, ada yang tidak sinkron antara pengakuan awal Hendra saat anggota Satbrimob mengamankannya. Saat itu, kata FM, Hendra mengaku telah mengantongi izin untuk berobat. Sementara, berdasarkan keterangan Kepala Lapas Kelas IIA Kota Tarakan, Hendra memperoleh izin luar biasa lantaran anaknya sakit.
"Anehnya, kenapa Hendra tidak spontan (tanpa ragu) saja menyebut alasan anaknya sakit di mana itu masuk dalam ketentuan untuk memperoleh izin luar biasa? Apakah karena Hendra belum di-briefing dulu?" heran FM.
FM kemudian kembali bertanya, bila Hendra memang merasa yakin alasan anaknya sakit, merasa fakta kuat anaknya sakit dan merasa sudah sesuai dengan permohonan izinnya, lalu kenapa bukan alasan itu saja yang disebutkan? "Toh informasi Kalapas bahwa izinnya karena anak sakit. Lantas kenapa Hendra tidak memakai alasan yang sesuai dengan surat izinnya? Waktu Hendra izin keluar itu alasannya apa? Masa' Hendra belum baca surat izinnya? Kenapa Hendra tidak spontan menjawab apa adanya?" tanya FM.
FM juga mengaku curiga dengan alasan Kepala Lapas Kelas IIA Kota Tarakan mengeluarkan izin kepada Hendra berdasarkan alasan Hendra yang tidak masuk akal. Dalam keterangan yang disampaikan Kepala Lapas Kelas IIA Kota Tarakan, ungkap FM, disebutkan bahwa Hendra dikawal satu orang petugas. Namun yang menjadi pertanyaan FM, apakah Kepala Lapas Kelas IIA Kota Tarakan tidak memikirkan potensi Hendra punya potensi melarikan diri dengan melawan jika lawan dianggap imbang?
"Dan buktinya saat penangkapan, benar saja dia ada upaya perlawanan. Saya bingung dengan logika seorang berpangkat Kalapas. Syukur-syukur kalau pendamping Hendra yang sendirian tersebut dipersenjatai lengkap. Ironisnya, boro-boro didampingi sama pengawal yang dilengkapi senjata, bahkan tidak ada penjaga seorang pun saat diamankan di TKP," heran FM lagi.
Tokoh pemuda di Kaltara ini juga kembali mempertanyakan surat izin yang dibawa Hendra. Harusnya, kata FM, surat izin tersebut dipegang oleh petugas yang ada di lapangan dan telah diarsipkan di kantor.
"Jadi bisa disesuaikan secara menyeluruh, baik itu tertanggalnya, bentuk tanda tangannya, stempelnya, isi teks suratnya, dan bentuk fisik suratnya," katanya lagi.
Pasalnya, saat ditangkap petugas, Hendra mengaku memperoleh izin keluar dari Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP). Namun sayang, Hendra tak bisa menunjukan surat ijin keluar/berobat kepada petugas karena alasannya surat tersebut dipegang oleh Kepala KPLP Lapas.
"Memangnya Hendra tidak tahu kalau suratnya juga dipegang oleh pengawalnya? Sesuai dengan keterangan Kalapas bahwa ada petugas di tempat yang sama namun tidak melekat, lalu kenapa Hendra tidak spontan bisa menunjukkan keberadaan petugas pengawal yang tidak melekat atau tidak menempel tapi berada di tempat yang sama saat itu, supaya bisa menunjukkan suratnya?" ulas FM.
"Berdasarkan fakta tersebut, maka tidak salah dong kalau saya menduga jangan-jangan si Hendra tanpa pengawalan dan belum mengantongi surat izin luar biasa, yang dalam arti kalau pas kena apesnya, surat izinnya bisa nyusul dibuat dengan tanggal mundur, toh tanda tangan dan stempel bisa dibawa kemana saja sama Kalapas," sambungnya.
FM pun menduga ada keteledoran pihak Lapas Kelas IIA Kota Tarakan. Dari kasus ini juga, dia juga curiga ada unsur 'percintaan gelap' dari pihak-pihak tertentu. Yang pasti, kata dia, bahwa patut diduga ada sandiwara cinta yang diperankan oleh para mereka yang merasa dia sindir.
"Termasuk bocornya informasi yang mengakibatkan terjadinya pemberontakan di Lapas. Dari mana informasi itu bisa bocor kalau bukan dari 'orang dalam'? Dan kita juga jangan menutup kemungkinan bahwa bisa jadi itu 'settingan', dalam arti ada upaya penggagalan yang dilakukan oknum dengan membriefing mereka untuk berontak supaya si Hendra batal dipindahkan. Keterangannya tersebut terkesan secara tidak langsung menganggap masyarakat kita itu bodoh. Berhenti membohongi masyarakat!" pungkas FM. (**)