Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates
{{ date }}
{{ time }}
DIGITAL CLOCK with Vue.js

Minggat Sekarang!!! Objek Sengketa Lahan Wajib Dikosongkan Sesuai Putusan MA

MALUKU - JURNALINVESTIGASI
08 Februari 2023
Last Updated 2025-06-29T08:21:00Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com – Sengketa lahan di depan Kampus STIESA, Desa Lauran, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, akhirnya dimenangkan oleh Jefri Yaran melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA). Permohonan PK yang diajukan Jefri Yaran bersama kuasa hukumnya, Anthoni Hatane, S.H., M.H., dan Kornelis Serin, S.H., M.H., dikabulkan MA, membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Ambon dan mengembalikan keputusan Pengadilan Negeri Saumlaki.


Dalam amar putusan PK Nomor 1003/PK/Pdt/2022, MA menyatakan tanah seluas 1.520 meter persegi di depan Kampus STIESA tersebut merupakan milik sah Jefri Yaran. MA juga memerintahkan agar seluruh bangunan di atas tanah sengketa, termasuk rumah kos dan pondasi milik Resa Fordatkosu, dikosongkan dan dikembalikan ke keadaan semula.


Putusan tersebut sekaligus membatalkan amar putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 23/PDT/2021/PT AMB yang sebelumnya memenangkan pihak Resa Fordatkosu dalam kasasi.


Kepada media ini, Jefri Yaran menyampaikan bahwa perkara tanah tersebut telah bergulir sejak tahun 2020 dan berawal dari pembelian tanah yang dilepas secara resmi oleh Kepala Desa Lauran saat itu, Ibu Fani, pada tahun 2019.


“Persoalan sidang kasus tanah antara saya dan Om Resa Fordatkosu ini bermula ketika saya membeli tanah yang ada di depan Kampus STIESA dengan bukti pelepasan dari kepala desa tahun 2019. Kemudian pada tahun 2020, Resa juga membeli tanah dari seseorang yang saya tidak kenal. Karena itulah, persoalan ini berlanjut ke pengadilan,” terang Jefri.


Ia mengaku telah menang di tingkat Pengadilan Negeri Saumlaki dengan bukti berupa surat pelepasan dan kuitansi resmi. Namun pihak tergugat kemudian mengajukan banding hingga kasasi yang akhirnya dimenangkan oleh pihak Resa Fordatkosu.


“Saya sadar bahwa yang saya lawan ini adalah Om saya sendiri. Karena itu saya konsultasi dengan istri agar tanah ini kita bagi dua, Om Resa dapat sebelah dan saya dapat sebelah. Namun faktanya berbeda, mereka ajukan banding. Karena saat itu saya berpikir bahwa tanah ini akan dibagi dua maka saya tidak kawal proses ini sampai ke tingkat banding,” ujarnya.


Namun setelah putusan kasasi keluar dan pihak tergugat memenangkan perkara, niat baik untuk berbagi tanah urung terlaksana.


“Saya sudah kasih hati, mereka mau jantung juga. Daripada saya mati ya, saya habisi mereka juga, akhirnya saya punya novum (bukti baru), ada dua saya naikkan ke Peninjauan Kembali (PK), nah ternyata dalam putusan Mahkamah Agung itu saya menang. Bahkan dalam putusan itu diperintahkan untuk semua bangunan yang ada di atas tanah itu dieksekusi dan dikosongkan seperti semula,” tegas Jefri.


Ia juga menyentil tuduhan adanya manipulasi tanda tangan yang dilontarkan oleh pihak Resa Fordatkosu dalam perbincangan grup WhatsApp.


“Resa juga bilang bahwa ada yang menjiplak atau memanipulasi tanda tangannya, kira-kira siapa yang manipulasi? Jangan tebar hoaks. Setelah saya menang di pengadilan, saya sudah rela untuk mereka dapat sebagian tanah di sebelah, namun mereka mau eksekusi bangunan saya di sebelah juga. Karena itu maka, ini sudah tidak ada solusi lagi. Saya harus berjalan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung,” pungkasnya.


Senada dengan itu, kuasa hukum Jefri Yaran, Anthoni Hatane, S.H., M.H., menjelaskan proses hukum dari awal hingga ke tingkat PK.


“Pertama-tama yang harus dijelaskan soal perkara antara Jefri Yaran melawan Resa Fordatkosu di tingkat pengadilan negeri, di mana dalam perkara nomor 34/Pdt.G/2020/PN/Saumlaki, pengadilan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Pada saat di tingkat pengadilan tinggi, putusan itu dibatalkan dan diadili sendiri oleh majelis dengan mengabulkan banding dari tergugat dan menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya,” jelas Hatane.


Karena tidak ada titik temu secara kekeluargaan, pihaknya kemudian mengajukan Peninjauan Kembali. Hasilnya, MA mengabulkan permohonan PK dan menyatakan tanah sengketa adalah milik Jefri Yaran.


“Kami akan mengajukan permohonan eksekusi terhadap putusan yang sudah inkracht yang memenangkan Jefri Yaran, yaitu untuk mengosongkan dan mengembalikan tanah tersebut dalam bentuk semula. Permohonannya telah kami siapkan dan ini nantinya akan dipelajari oleh pengadilan terkait berkas-berkas perkara,” ujarnya.


Hatane juga menegaskan bahwa dalam proses aanmaning (teguran) jika pihak tergugat tidak secara sukarela menyerahkan objek sengketa, maka akan dilakukan eksekusi riil dengan bantuan aparat keamanan.


“Kalau misalnya nanti dalam proses aanmaning atau teguran itu ternyata tergugat tidak mentaati atau secara sukarela meninggalkan obyek itu, maka akan dilakukan upaya paksa yaitu eksekusi riil dan pasti akan menggunakan aparat keamanan dan alat berat,” tandasnya.


Dalam amar putusan MA disebutkan:


  • Mengabulkan permohonan PK dari Jefri Yaran;
  • Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 23/PDT/2021/PT AMB, tanggal 21 April 2021;
  • Mengadili kembali dan menolak eksepsi tergugat untuk seluruhnya;
  • Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
  • Menyatakan bahwa tanah seluas 1.520 meter persegi di Jalan Boediono, Desa Lauran, adalah milik penggugat;
  • Menyatakan bahwa perbuatan tergugat yang membangun di atas lahan tersebut adalah perbuatan melawan hukum;
  • Menghukum tergugat untuk menyerahkan tanah kepada penggugat dalam keadaan semula;
  • Menolak gugatan untuk selebihnya;
  • Menghukum termohon PK untuk membayar biaya perkara sebesar Rp2.500.000.


Putusan ini mempertegas posisi hukum Jefri Yaran sebagai pemilik sah tanah sengketa dan membuka jalan bagi pelaksanaan eksekusi atas bangunan yang berdiri di atas lahan tersebut. (NFB)


iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl