Maluku, Jurnalinvestigasi.com - Tujuh pasangan Calon Kepala Daerah (Calkada) di enam kabupaten/kota di Maluku telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kamis, (12/12/2024).
Diantara mereka terdapat calon bupati dari beberapa daerah: Temy Oersepuny dari Kepulauan Aru, Ibrahim Ruhunussa dari Maluku Tengah (Malteng), Safitri Malik dari Buru Selatan (Bursel), Hendrik Natalus Christiaan dari Maluku Barat Daya (MBD), Hamsah Buton dari Buru, Melkianus Sairdekut dari Kepulauan Tanimbar, serta calon wakil bupati Madja Rumatiga yang menggugat daerah Seram Bagian Timur (SBT).
Dikutip dari Tribun Ambon, Ketua Bawaslu Maluku, Subair, mengungkapkan bahwa sebelumnya hanya tiga calon yang melayangkan gugatan ke MK, yaitu dari daerah Kepulauan Aru, Malteng, dan Bursel. Namun, baru-baru ini, jumlah gugatan bertambah dengan munculnya empat tuntutan dari tiga kabupaten lainnya, yaitu Buru, MBD, dan Kepulauan Tanimbar (KKT), serta dari Pilkada SBT.
βIya, ada tambahan empat gugatan ke MK, yaitu dari calon bupati MBD, Buru, Tanimbar, dan SBT,β ungkap Subair pada Rabu (10/12/2024).
Keempat calon tersebut mengajukan gugatan ke MK pada hari Senin yang lalu, dengan registrasi sebagai berikut: APPP Nomor 136/PAN.MK/e-AP3/12/2024 untuk MBD, APPP Nomor 176/PAN.MK/e-AP3/12/2024 untuk Buru, APPP Nomor 163/PAN.MK/e-AP3/12/2024 untuk Tanimbar, dan APPP Nomor 211/PAN.MK/e-AP3/12/2024 untuk Pilkada SBT.
Meski demikian, pihak Bawaslu masih belum menerima informasi tentang kapan sidang di MK akan dimulai terkait hasil perselisihan Pilkada 2024 dari enam daerah tersebut.
"Kami belum mendapatkan jadwal soal itu," tambahnya.
Selain ketidakpastian waktu sidang, situasi ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan calon dan masyarakat. Banyak yang mempertanyakan proses hukum ini dan bagaimana keputusan MK dapat mempengaruhi dinamika politik serta stabilitas sosial di masing-masing daerah.
Para calon bupati yang mengajukan gugatan berharap bahwa langkah hukum ini bisa memberikan keadilan dan memperbaiki penyelenggaraan pemilihan yang adil. Namun, di sisi lain, penundaan ini berpotensi memicu ketegangan di kalangan pendukung mereka, yang telah menggelar kampanye dan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi komunitas mereka.
Akankah keputusan MK nanti bisa meredakan ketegangan atau justru sebaliknya? Semua pihak kini menanti dengan cemas sambil berharap akan tercapainya keadilan dalam proses demokrasi ini. (*)