Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates
{{ date }}
{{ time }}
DIGITAL CLOCK with Vue.js

Tajuk Redaksi: SW Harus Dipenjarakan, Pion Fitnah Dua Otak Siluman untuk Ketua PWI Tanimbar

MALUKU - JURNALINVESTIGASI
19 Juli 2025
Last Updated 2025-07-18T19:36:15Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com - Bau bangkai kebusukan moral mulai menguar dari bilik gelap dunia jurnalistik Kepulauan Tanimbar. Nama Simon Wermasubun, seorang wartawan gadungan dari media Liputan7.id, kini mencuat sebagai aktor fitnah yang paling keji, menyebar hoaks secara brutal untuk merusak marwah organisasi pers tertua di NKRI ini: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).


Bukan sekadar kritik. Ini adalah pembantaian karakter yang dirancang rapi, menyerang Ketua PWI Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Simon Lolonlun, dengan tuduhan palsu yang diramu dalam naskah iblis dalam kuburan. Simon Wermasubun dengan lancang menyebarkan kabar bohong bahwa PWI KKT belum terdaftar di Kesbangpol. Sebuah fitnah brutal yang mengoyak integritas organisasi resmi yang telah berdiri sejak 1946 dan diakui oleh negara.


Pernyataannya bukan hanya ngawur, tapi menunjukkan kebodohan akut dan niat jahat yang terstruktur. Lebih mengerikan, Simon menolak memberikan hak jawab kepada PWI, pelanggaran berat terhadap UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 5 Ayat (2). Ini bukan kelalaian, ini sabotase terhadap prinsip dasar jurnalisme: keadilan dan keberimbangan informasi.


Dugaan kuat mengarah pada dua otak siluman berinisial (M) dan (I), dua figur haus kuasa yang dulu gagal merebut PWI lewat jalur resmi. Kini, mereka memilih jalur hitam. Mereka membentuk trio kegelapan, menanam racun dalam bentuk opini, dan menjadikan Simon Wermasubun sebagai "pion fitnah" yang menyalak atas perintah. Simon wartawan gadungan. Ia boneka hidup yang dikendalikan kebencian dua pecundang gagal.


Sumber internal jurnalis mengungkapkan bahwa Simon selama ini hanya beroperasi tanpa dasar, tanpa verifikasi, dan tanpa etika. Ia menggunakan media sebagai alat teror, bukan alat informasi. Ia bukan pewarta, melainkan penyulut api kekacauan. Wartawan bodrex seperti ini adalah ancaman nyata bagi demokrasi dan kewarasan publik.


Dengan mengabaikan hak jawab, Simon telah membuka pintu neraka hukum bagi dirinya. Pasal 18 ayat (2) UU Pers menegaskan bahwa tindakan tersebut bisa dihukum denda hingga Rp500 juta. Namun dalam kasus ini, jerat pidana jauh lebih pantas. Simon Wermasubun harus masuk penjara. Bukan sekadar denda. Penjara adalah rumah yang layak untuk pengkhianat profesi wartawan.


Ironisnya, media tempat Simon bernaung, Liputan7.id, dengan enteng menerbitkan fitnah tersebut tanpa klarifikasi. Ini menjadikan media tersebut sebagai komplotan, bukan korban. Dewan Pers harus segera turun tangan. Media seperti ini harus diselidiki, diseret ke meja etik, dan bila perlu, dibekukan izinnya.


Kami juga mendesak Polres Kepulauan Tanimbar segera menindaklanjuti laporan hukum terhadap Simon Wermasubun dan para dalangnya. Jangan tunggu sampai reputasi dunia pers Tanimbar dibakar habis oleh satu ekor tikus perusak.


Pers bukan ruang gelap untuk penggila perhatian. Pers adalah medan suci tempat kebenaran diperjuangkan. Jika Simon dibiarkan bebas, jika dua otak siluman itu terus berkeliaran, maka tunggu saja kehancuran martabat jurnalistik di daerah ini.


Kepada semua wartawan sejati, saatnya angkat pena melawan fitnah. Kepada semua pemegang keadilan, saatnya giring Simon Wermasubun ke jeruji besi. Jangan beri ampun bagi pemfitnah yang menyamar sebagai jurnalis.


Ini bukan kritik, ini kejahatan informasi. Ini bukan narasi, ini peluru fitnah. Dan setiap peluru harus dibalas dengan palu hukum.


Penjarakan Simon Wermasubun. Bongkar dalang dua orang yang berinisial (M) dan (I). Bersihkan dunia pers dari tikus-tikus bersuara nyaring tapi berhati busuk.


Redaksi Jurnalinvestigasi.com

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl