Tanimbar, Jurnalinvestigasi.com - Komisi III DPR RI menekankan pentingnya pengawasan ketat oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAMWAS) Kejaksaan Agung terhadap penanganan perkara yang melibatkan mantan Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon. Penegasan itu disampaikan dalam forum resmi bersama JAMWAS Kejaksaan Agung pada 8 Desember 2025.
Penekanan pengawasan tersebut mengemuka setelah tim penasihat hukum Petrus Fatlolon menyampaikan keterangan terkait proses penegakan hukum yang sedang berjalan. Komisi III DPR RI menegaskan fokus pengawasan tidak diarahkan pada pokok perkara, melainkan pada tata kelola, prosedur, dan akuntabilitas penanganannya.
Petrus Fatlolon merupakan mantan Bupati Maluku Tenggara Barat periode 2017–2022, yang kini wilayahnya menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Ia tengah menjalani proses hukum terkait dugaan penyalahgunaan keuangan negara dalam kebijakan penyertaan modal PT Tanimbar Energi yang bersumber dari APBD Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun Anggaran 2020–2022 senilai Rp1 miliar.
Dalam pemaparan di hadapan Komisi III DPR RI dan JAMWAS Kejaksaan Agung RI, tim penasihat hukum bersama istri Petrus Fatlolon menguraikan kronologi penanganan perkara. Mereka menyoroti perlunya pengujian menyeluruh atas proses sejak tahap awal penegakan hukum.
Kuasa hukum Petrus Fatlolon, Pris Madani dari Kantor Hukum Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H. & Associates, menyatakan kliennya siap dikonfrontir secara langsung dengan pihak-pihak yang diduga terkait. Langkah tersebut disebut sebagai bentuk keterbukaan untuk memastikan seluruh fakta diuji secara objektif.
“Klien kami siap diuji secara terbuka. Konfrontasi ini penting untuk memastikan apakah kewenangan penegakan hukum dijalankan sebagai instrumen keadilan, atau justru digunakan sebagai alat tekanan,” ujar Pris Madani.
Menurut Pris Madani, atensi Komisi III DPR RI dan JAMWAS Kejaksaan Agung RI diarahkan pada mekanisme penegakan hukum. Ia menilai legitimasi proses hukum sangat ditentukan oleh kepatuhan terhadap prosedur dan prinsip due process of law.
Dalam forum tersebut, tim penasihat hukum juga menyampaikan keterangan klien mereka terkait dugaan permintaan sejumlah uang dengan nilai yang disebut mencapai Rp10 miliar. Pihak penasihat hukum menyatakan permintaan tersebut tidak pernah dipenuhi.
Pris Madani menegaskan, keterangan itu relevan untuk dibaca sebagai bagian dari rangkaian peristiwa penegakan hukum. Menurutnya, penetapan status tersangka perlu diuji dalam konteks proses yang mendahuluinya.
“Penetapan tersangka tidak berdiri sendiri. Ia harus dibaca sebagai bagian dari rangkaian peristiwa. Jika terdapat tekanan atau permintaan yang tidak sah sebelumnya, maka proses hukumnya patut dipertanyakan,” katanya.
Ia juga merujuk pada prinsip fruit of the poisonous tree dalam doktrin hukum, yang menyatakan bahwa produk hukum yang lahir dari proses bermasalah berpotensi menimbulkan persoalan hukum lanjutan.
Tim penasihat hukum menilai langkah JAMWAS Kejaksaan Agung RI melakukan evaluasi dan pemeriksaan ulang merupakan mekanisme koreksi internal yang sah dan konstitusional. Evaluasi tersebut dipandang penting untuk menjaga profesionalitas dan integritas institusi penegak hukum.
Dalam forum resmi itu, Komisi III DPR RI menyampaikan apresiasi atas atensi JAMWAS Kejaksaan Agung RI yang mengawal dan mengevaluasi penanganan perkara. Komisi menegaskan pengawasan dilakukan agar proses hukum berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Komisi III DPR RI juga menekankan bahwa fungsi pengawasan parlemen bertujuan memastikan penegakan hukum berlangsung objektif, transparan, dan bebas dari penyimpangan prosedural. Pengawasan tersebut merupakan bagian dari mandat konstitusional DPR RI.
Tim penasihat hukum menyatakan Petrus Fatlolon menghormati proses hukum dan independensi peradilan. Mereka menegaskan tidak ada permintaan perlakuan khusus dalam perkara ini.
“Kami tidak meminta keistimewaan. Yang kami tuntut adalah keadilan prosedural, kepastian hukum, dan penegakan hukum yang murni,” ujar Pris Madani.
Hingga saat ini, JAMWAS Kejaksaan Agung RI masih melakukan penelaahan dan evaluasi terhadap proses penanganan perkara tersebut. Perkembangan selanjutnya akan ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan internal sesuai kewenangan yang berlaku. (*)


