• Jelajahi

    Copyright © Media Jurnal Investigasi
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Mantan Sekda KKT Akui, Petrus Fatlolon Perintah Bijaki SPPD Fiktif

    Jurnal Investigasi
    24 April 2024, 23:18 WIB Last Updated 2024-04-24T16:28:14Z


    Jurnalinvestigasi.com, Saumlaki - Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Ruben B Moriolkossu, bersama mantan Bendahara Sekda  (Bensek) Petrus Masela yang kini telah menjadi terdakwa pada kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) penyalahgunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif pada Sekretariat Daerah (Setda) setempat, kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Ambon, Rabu (24/4/2024).


    Dalam persidangan tersebut, Ruben mengakui di hadapan Majelis Hakim maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa Petrus Fatlolon yang menjabat sebagai Bupati KKT era tahun 2020 itu, memberi perintah kepada dirinya untuk mengeluarkan sejumlah uang, entah itu harus diambil dari pos anggaran mana, pada Setda agar dapat membijaki semua permintaan bupati satu periode ini. 


    Bahkan tak tanggung-tanggung, terkadang mantan penjabat Bupati ini juga harus menggunakan uang pribadinya demi memuaskan dahaga kebijakan Petrus Fatlolon. Dalam dakwaan JPU, tercatat ada sebanyak 36 kebijakan yang terpaksa dibuatnya atas perintah Petrus Fatlolon.


    "36 kebijakan itu dilakukan semuanya atas perintah bupati," ucap Ruben di persidangan. 


    Uang-uang tersebut dipergunakan atas perintah bupati untuk kebijakan diantaranya, perintah Petrus Fatlolon untuk pihaknya memberikan anggaran senilai Rp15 juta kepada PMKRI, melalui Redemtor Reresi, kemudian perintah Fatlolon untuk memberikan uang senilai Rp50 juta kepada para pendeta, perintah untuk berikan uang kepada warga Desa Olilit saat pertandingan Gawang Mini.


    "Semua uang itu saya serahkan langsung kepada bupati Petrus Fatlolon. Bahkan ada saksi yakni sopir dan mantan Kades Ilngei saat saya diperintah untuk siapkan uang kepada Desa Ilngei," tandasnya. 


    Ruben tetap pada keterangannya saat Hakim mencercah dirinya, dengan menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan yang dilakukannya lantaran perintah Bupati Petrus Fatlolon.


    Sayangnya, semua perintah sang mantan bupati Petrus Fatlolon ini tidak pernah dilakukan melalui catatan tertulis baik melalui memo sekalipun. Dan sialnya terdakwa Ruben maupun bendaharanya ketika acap kali diperintah eks Bupati ini tidak pernah sekalipun pihaknya merekam melalui rekaman audio. 


    "Kalau perintah mengeluarkan anggaran dari DPA, maka semua akan dilakukan pertanggungjawaban sebagaimana mestinya. Namun karena perintah langsung dari mulut Petrus Fatlolon, maka saya dan bendahara harus menginisiasi permintaan itu dan dibijaki dari SPPD Setda," ujar Ruben.


    Menurut Ruben, bekas pimpinannya ini (Petrus Fatlolon), ketika akan menyampaikan perintah lisan, selalu memanggil dirinya sendiri tanpa ditemani oleh orang lain, untuk datang ke ruang kerja utama bupati. Dan didalam ruangan kerja yang menjadi saksi bisu itulah, Petrus Fatlolon meminta Ruben agar harus memenuhi dan melakukan sejumlah kebijakan sang bekas bupati.


    Lanjutnya, Pada bulan april 2020 saya ditugaskan bupati kepulauan Tanimbar dalam hal ini saudara Petrus Fatlolon dari Plt sekda sampai Pj Sekda, dalam melaksanakan tugas saya sering diperintahkan oleh saudara Petrus Fatlolon untuk mengeluarkan sejumlah uang terkait dengan kebijakan yang dibuat saudara Petrus Fatlolon terhadap perintah yang beliau sampaikan kepada saya. 


    Saya sering sampaikan, terhadap anggaran yang dimaksud tidak terdapat pos anggaran, namun saudara Petrus Fatlolon selalu memaksa dan menekan saya untuk mengeluarkan sejumlah uang, untuk kebijakan yang saudara Petrus Fatlolon buat. 


    Selanjutnya saya sampaikan kepada Saksi Petrus Masela untuk membantu, dan pada akhirnya saya bersama saudara petrus masela menggunakan anggaran perjalanan dinas pada sekretariat daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun Anggaran 2020 guna memenuhi permintaan uang yang diminta oleh saudara Petrus Fatlolon.


    "Saya akui, memang kebijakan Petrus Fatlolon yang disampaikan kepada saya untuk dieksekusi tidak tercantum dalam DPA. Tapi tetap kita harus bijaki demi menjawab permintaan bupati itu," tegas Ruben. 


    Petrus Masela dalam keterangannya mengungkapkan kalau di tahun 2020 pada bulan Mei hingga Desember saat itu, Pemda menggunakan gedung perkantoran Kewarbotan Saumlaki sebagai tempat berkantornya bupati hingga beberapa OPD terkait. 


    Dimana pada Mei pasca pertama kalinya Ruben Moriolkossu baru menjabat sebagai Penjabat Sekda, diperintahkan Bupati Petrus Fatlolon agar mengeluarkan sejumlah uang pada pos SPPD Setda tahun anggaran 2020. Perintah bupati tersebut kemudian dilanjutkan kepada dirinya selaku Bensek. 


    Isi perintah lisan dari bupati adalah ‘segera siapkan uang untuk kebijakan' dan era itu saya selalu jawab bahwa tidak ada dana untuk kebijakan.


    Karena terus dipaksa dengan perintah yang sama dari bupati, alhasil dirinya diarahkan oleh Ruben agar mencantumkan dalam catatan bendahara untuk setiap uang yang dikeluarkan yang berkaitan dengan pemenuhan kebijakan bupati Petrus Fatlolon harus dicantumkan dalam catatan Bensek dengan diberi kode perintah bupati untuk segera dilaksanakan.


    Dari semua pos anggaran pada Setda, hanya terdapat pos perjalanan dinas yang bisa dipakai. Akhirnya lahirlah SPPD fiktif yang berujung pada masalah hukum karena rugikan negara Rp1,92 milyar lebih.


    "Pak Hakim, karena keadaan lah yang memaksa saya dan pak sekda untuk tetap melakukannya," beber Petrus Masela dengan mengakui rasa penyesalannya.


    Alhasil, dirinya selaku Bensek menyiapkan sejumlah LPJ/SPJ fiktif itu. Menurut Masela, selama tahun 2020 itulah, dirinya pernah menyerahkan uang baik secara tunai maupun transfer sesuai arahan bupati kepada pihak yang telah ditentukan sesuai apa yang disampaikan Sekda kepada dirinya.


    Sidang akan kembali dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU. (**)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini