Pontianak,Media Jurnal Investigasi-Pernyataan keras kembali datang dari Ketua DPRD Kota Pontianak, *Satarudin* menyusul polemik berkepanjangan seputar mutu layanan di *Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pontianak*. Ia menegaskan bahwa *pergantian direktur rumah sakit bukan solusi utama*, melainkan hanya langkah kosmetik yang tidak menyentuh akar persoalan. Yang dibutuhkan, kata dia, adalah *perombakan total manajemen rumah sakit*, dari pucuk pimpinan hingga struktur organisasi dan pola kerja sehari-hari.
> *“Saya minta manajemennya dirombak habis, jangan hanya ganti direktur. Kalau sistemnya tetap sama, siapa pun yang ditunjuk tidak akan mampu membawa perubahan,”* tegas Satarudin kepada media.
*Keluhan Bertubi-tubi: Dari Pelayanan Lambat hingga Dugaan Diskriminasi*
Selama beberapa bulan terakhir, RSUD Pontianak menuai kritik dari warga. Laporan yang diterima DPRD dan pemerintah kota berisi keluhan tentang:
* *Antrean panjang dan tidak teratur* di poliklinik.
* *Lambannya penanganan pasien gawat darurat*, terutama yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.
* *Minimnya empati tenaga medis*, yang dinilai hanya memberikan pelayanan penuh kepada pasien “berduit”.
* *Kekacauan sistem rujukan dan administrasi*, yang memperumit pasien justru di saat paling kritis.
Seorang warga dari Pontianak Barat yang meminta identitasnya disamarkan mengatakan bahwa ia harus menunggu *lebih dari 6 jam hanya untuk mendapatkan layanan awal bagi anaknya yang demam tinggi.*
> *“Kami datang jam 7 pagi, baru dilayani jam 1 siang. Sementara kami lihat ada yang baru datang tapi langsung dilayani. Mungkin karena kenal dalam?”* ujarnya kecewa.
*Kritik DPRD: Jangan Main Ganti Orang, Ubah Sistemnya*
Satarudin menyoroti fakta bahwa *rotasi jabatan di RSUD selama ini sering kali hanya formalitas*, tanpa evaluasi mendalam terhadap struktur organisasi dan efektivitas SOP (Standard Operating Procedure) yang berlaku.
> *“Ini bukan soal siapa direktur, tapi bagaimana sistem dan budaya kerja dibentuk. Kalau masih ada mentalitas malas, diskriminatif, dan tidak tanggap darurat, RSUD tidak akan pernah maju,”* tambahnya.
Ia juga menilai bahwa *Pemkot Pontianak harus turun tangan langsung* untuk melakukan pembenahan menyeluruh, termasuk membuka ruang bagi publik dan DPRD untuk ikut mengawasi jalannya proses reformasi tersebut.
*Desakan Transparansi dan Audit Menyeluruh*
Dalam pernyataan terpisah, sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat juga menyuarakan hal serupa. Mereka mendorong dilakukan *audit independen terhadap kinerja keuangan, pelayanan, serta perekrutan SDM* di lingkungan RSUD Pontianak.
Laporan dari tim investigasi LIDIKKRIMSUSNews menunjukkan adanya *indikasi nepotisme dalam penempatan jabatan*, serta *pengelolaan anggaran operasional yang tidak transparan*. Hal ini ditengarai menjadi faktor pemborosan dan tidak efisiennya alokasi sumber daya rumah sakit.
> *“Kita bicara soal rumah sakit yang dibiayai uang rakyat. Harus ada tanggung jawab publik di sana,”* kata seorang akademisi dari salah satu universitas di Pontianak.
*Pemkot Didesak Ambil Langkah Tegas*
Wali Kota Pontianak hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan resmi terkait desakan Ketua DPRD tersebut. Namun sumber internal menyebut bahwa sedang dilakukan **peninjauan ulang terhadap jajaran direksi RSUD** dan akan diambil keputusan dalam waktu dekat.
Satarudin sendiri menegaskan bahwa DPRD akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas, bahkan tak menutup kemungkinan untuk membentuk **Panitia Khusus (Pansus) Kesehatan** jika tidak ada tindakan signifikan dari pihak eksekutif.
> *“Kami punya tanggung jawab moral. RSUD adalah garis depan layanan publik. Kalau gagal di sini, maka kita gagal melindungi rakyat,”* tutup Satar..
m.supandi.