Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com — Seorang warga Desa Alusi Bukjalim mengaku namanya tercantum dalam surat penolakan terhadap Ketua BPD tanpa sepengetahuan dirinya. Peristiwa itu diketahui setelah dokumen tersebut beredar luas di grup warga pada Rabu (19/11).
Soter Tarimanik, tokoh masyarakat yang sehari sebelumnya berkunjung ke rumah Kepala Desa Yosep Anggwarmas, mengatakan kehadirannya saat itu hanya untuk membahas koordinasi pembangunan gereja. Namun, pertemuan tersebut berubah arah ketika kepala desa menyerahkan surat pengunduran dirinya sebagai ketua panitia pembangunan gereja. “Saya mau istirahat dulu,” kata dia.
Menurut penuturan Soter, suasana pertemuan sempat hening sebelum seorang kerabat kepala desa meminta dirinya menandatangani selembar kertas kosong. Tidak ada judul, tidak ada penjelasan, dan tidak ada uraian maksud dokumen tersebut.
“Hanya dibilang bantu tanda tangan di situ,” ujar Soter saat ditemui wartawan media ini.
Keesokan harinya, situasi berubah drastis. Saat kembali dari kebun menjelang sore, Soter mendapat pertanyaan dari istrinya mengenai tanda tangannya dalam surat penolakan terhadap Ketua BPD, Hilarius Amelwatin.
“Saya kaget karena tidak pernah baca surat itu,” ungkapnya.
Menurut pantauan redaksi, dokumen yang beredar berjudul “Laporan Penolakan Terhadap Ketua BPD Desa Alusi Bukjalim” dan memuat nama serta tanda tangan Soter. Ia baru mengetahui keberadaan surat itu setelah ditunjukkan tautan yang telah tersebar di grup percakapan warga.
Hal lain yang membuatnya terkejut adalah munculnya nama ayahnya, Patrisus Tarimanik, dalam daftar dukungan. Soter mengaku sempat diminta menuliskan nama ayahnya, tetapi ia menolak.
“Saya bilang tidak berani, itu bukan hak saya,” tutur dia. Namun, nama tersebut tetap tercantum dalam dokumen yang beredar.
Menurut keterangan Soter, beberapa warga yang namanya muncul dalam daftar juga menyatakan tidak pernah memberikan persetujuan. Mereka mengaku baru mengetahui setelah dokumen versi digital tersebar.
“Kami semua bingung kenapa nama bisa muncul,” lanjutnya.
Di lapangan, suasana desa tampak penuh tanya. Sejumlah warga terlihat membicarakan dokumen itu di teras rumah dan sepanjang jalan utama. Mereka mempertanyakan proses penyusunan surat tersebut serta alasan warga diminta menandatangani kertas kosong.
Hingga Rabu malam, belum ada penjelasan resmi dari pemerintah desa terkait proses pengumpulan tanda tangan maupun validitas dokumen yang beredar. Redaksi berupaya menghubungi Kepala Desa Yosep Anggwarmas, namun hingga berita ini diterbitkan belum diperoleh keterangan.
Sementara itu, beberapa tokoh masyarakat meminta agar persoalan administratif antara pemerintah desa dan BPD diselesaikan melalui mekanisme formal. Mereka menilai penyusunan surat penolakan harus dilakukan secara terbuka dan tidak melibatkan warga tanpa persetujuan jelas.
Menurut arsip redaksi, dinamika hubungan pemerintah desa dan BPD di Alusi Bukjalim sebelumnya pernah mengalami ketegangan terkait beberapa keputusan internal. Namun, warga berharap polemik ini tidak berkembang menjadi ketidakpercayaan terhadap pemerintah desa.
Akhirnya, masyarakat meminta klarifikasi menyeluruh guna memastikan nama-nama yang tercantum digunakan sesuai persetujuan. Mereka menilai hal ini penting demi menjaga kepercayaan publik dan menghindari kesalahpahaman yang lebih luas. (Blasius)


