Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com – Bendahara Inspektorat Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Yuliana Iyanleba, dengan tegas membantah tudingan yang dilayangkan wartawan media Indonesia 24 perwakilan Maluku, Simon Weriditi, yang menyebut dirinya telah mengusir wartawan dari lingkungan kantor inspektorat. Ia menyebut tuduhan tersebut keliru, sepihak, dan mencemarkan nama baiknya.
Dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (15/07/2025), Yuliana menepis seluruh isi pemberitaan yang menyatakan dirinya berlaku kasar dan mengusir Simon dari ruang kerja. Menurutnya, tudingan tersebut adalah narasi yang disusun secara sepihak dan tidak mencerminkan kejadian sebenarnya.
“Apa yang ditulis oleh Simon seolah-olah saya mengusir dia dan menyampaikan kata-kata kasar adalah tidak benar. Dia menulis tentang dirinya sendiri dan menyebarkan berita yang tidak sesuai fakta. Saya tidak pernah mengusir atau melarang dia jangan datang di kantor ini,” tegas Yuliana.
Yuliana menjelaskan, peristiwa itu bermula saat Simon tiba-tiba masuk ke ruang kerja pegawai tanpa pemberitahuan resmi atau janji temu. Sikapnya yang bersuara keras, menurut Yuliana, mengganggu kenyamanan dan konsentrasi para pegawai yang sedang bekerja. Oleh karena itu, ia meminta Simon untuk tidak duduk di ruangan kerja tersebut, dan mengarahkannya ke ruang tunggu sesuai prosedur internal.
“Saya hanya bilang: ‘SW, tolong jangan ribut di ruangan ini karena nanti mengganggu kerja pegawai. Jadi jangan duduk di ruangan ini lagi. Cukup duduk di sofa di ruangan sebelah, nanti kalau Bapak Inspektur sudah arahkan baru Sespri panggil masuk.’ Itu penataan, bukan pengusiran,” jelasnya.
Yuliana menegaskan dirinya menghormati profesi wartawan, tetapi menyoroti perlunya wartawan memegang teguh etika jurnalistik dan memahami protokol resmi ketika berada di lingkungan instansi pemerintahan. Ia menyayangkan sikap Simon yang kerap datang tanpa kejelasan agenda peliputan, dan beberapa kali dinilai emosional saat tidak diberi akses langsung.
“Saya bukan anti wartawan. Tapi jangan sampai karena dia wartawan, bisa seenaknya masuk ruangan orang, ribut, dan marah-marah. Kita ini kerja, kita juga punya etika kerja. Harus saling menghargai,” ujarnya.
Yuliana juga secara tegas menyebut bahwa tindakan Simon telah melampaui batas kewajaran seorang jurnalis dan merupakan pelanggaran etika jurnalistik yang tidak bisa dibiarkan. Ia menilai, menulis berita tentang dirinya sendiri, mewawancarai dirinya sendiri, lalu menyebarkan informasi sepihak tanpa klarifikasi adalah bentuk penyalahgunaan profesi dan etika media.
“Dia menulis sendiri, wawancara diri sendiri, lalu viralkan seolah-olah dia korban. Ini bukan kerja jurnalistik, ini penyimpangan dan mencoreng nama baik profesi wartawan. Saya tidak terima nama saya dijatuhkan hanya karena ada oknum yang tidak paham etika,” tegas Yuliana.
Ia menambahkan, berita yang disusun dengan narasi menyerang tanpa konfirmasi dan dengan itikad buruk seperti itu dapat dikategorikan sebagai berita bohong dan provokatif. Oleh karena itu, ia meminta Dewan Pers dan organisasi profesi seperti PWI untuk melakukan peninjauan atas praktik semacam ini yang dinilai membahayakan integritas Pers.
“Saya minta PWI dan Dewan Pers periksa dan beri teguran. Kalau wartawan bisa seenaknya menulis tentang dirinya sendiri lalu fitnah orang lain, di mana lagi keadilan media? Ini sudah menyimpang dan tidak boleh dibiarkan,” tutupnya.
Ia meminta agar organisasi profesi wartawan, khususnya PWI KKT, bisa menegur dan membina wartawan seperti Simon agar tidak mencoreng nama baik profesi dan media tempatnya bekerja. Apalagi, Yuliana menilai tindakan Simon yang menulis berita tentang dirinya sendiri adalah bentuk konflik kepentingan yang mencederai prinsip keberimbangan berita.
“Saya harap PWI bisa menegur wartawan ini. Jangan sampai profesi wartawan digunakan untuk membuat kegaduhan, menyerang orang lain, apalagi menulis berita soal dirinya sendiri seolah sebagai korban. Ini mencoreng integritas media,” tandasnya.
Yuliana juga membantah keras narasi yang menyebut ASN di lingkungan Pemkab KKT bersikap arogan dan menutup diri terhadap masyarakat maupun insan pers. Menurutnya, tudingan tersebut adalah generalisasi yang menyesatkan. Ia menyatakan bahwa sebagian besar ASN, termasuk di Inspektorat, justru terbuka dan bersedia memberikan informasi selama prosedurnya dijalani secara tertib.
“Kami siap memberi informasi kalau diminta secara baik-baik dan sesuai prosedur. Jangan datang dengan marah-marah, langsung masuk ruangan sembarangan, lalu ketika ditegur malah menulis berita menyerang. Itu tidak profesional,” ucap Yuliana.
Yuliana menegaskan bahwa ASN bukanlah musuh wartawan, melainkan mitra dalam memberikan informasi kepada publik. Namun, ia mengingatkan bahwa baik ASN maupun wartawan memiliki batasan dan etika kerja yang harus dijaga. Bila ada oknum yang menyimpang dari tanggung jawab profesinya, hal tersebut perlu ditindak secara tegas.
“Wartawan bukan musuh ASN, dan ASN bukan musuh wartawan. Tapi kalau ada oknum yang tidak profesional dari kedua belah pihak, itu yang harus dibetulkan. Saya tidak akan tinggal diam jika integritas saya terus diserang dengan berita bohong,” tegas Yuliana.
Sementara itu, beberapa pegawai Inspektorat yang berada di lokasi saat kejadian membenarkan bahwa tidak ada tindakan pengusiran. Mereka menilai laporan Simon terlalu dibesar-besarkan dan lebih bernuansa personal dibanding kepentingan publik. Para pegawai berharap insiden ini tidak menimbulkan persepsi keliru terhadap ASN yang sedang menjalankan tugas secara tertib.
Dengan bantahan ini, Yuliana berharap publik bisa menilai secara objektif dan melihat kejadian secara utuh, bukan hanya berdasarkan narasi sepihak. Ia juga meminta media agar tetap menjunjung tinggi prinsip cover both side dan tidak membiarkan media digunakan sebagai alat untuk menyerang individu tertentu tanpa dasar yang kuat. (NFB)