Saumlaki, JurnalInvestigasi.com – Misteri tumor kayu Linggua di Kabupaten Kepulauan Tanimbar perlahan terbongkar. Di balik tumpukan tumor kayu ilegal yang siap dikirim keluar daerah pada dini hari, tercium aroma busuk keterlibatan para oknum jurnalis yang ikut melindungi jaringan mafia. Lebih mengejutkan lagi, nama pemerintah daerah ikut dipakai sebagai tameng untuk menutupi kejahatan ini.
Menurut informasi yang diperoleh redaksi, praktik ilegal ini sudah berlangsung lama. Pengiriman tumor kayu dilakukan secara rapi, penuh perhitungan, dan disokong oleh pihak-pihak berpengaruh. “Jangan anggap ini kejahatan kecil. Semua sudah diatur dengan baik, bahkan uang pelicin sudah mengalir,” ungkap salah seorang sumber yang meminta namanya dirahasiakan. Jumat, (29/8/2025).
Dua nama pengusaha tumor kayu Linggua mencuat sebagai aktor utama: Udin dan Ical. Keduanya disebut sebagai pemain kunci bisnis gelap tumor kayu di Tanimbar. Mereka diduga memiliki jaringan kuat dengan oknum jurnalis yang justru memanipulasi opini publik. “Uang yang dijaminkan Udin dan Ical menjadi modal untuk membungkam jurnalis tertentu,” tegasnya.
Ironisnya, Dinas Kehutanan KKT yang seharusnya mengawasi justru bungkam. Alih-alih menghentikan, mereka seakan tutup mata terhadap aktivitas pengiriman tumor kayu Linggua. “Dinas tahu, tapi mereka diam. Itu yang membuat mafia semakin leluasa,” katanya.
Di lapangan, tumor kayu ditumpuk di lokasi-lokasi tersembunyi, menunggu kapal penjemput.
Keterlibatan oknum jurnalis menjadi noda besar dalam kasus ini. Alih-alih menyuarakan kebenaran, mereka justru menjadi alat propaganda mafia. Nama pemerintah daerah dipakai sebagai legitimasi palsu, seolah-olah pengiriman tumor kayu ini dilegalkan. “Jurnalis itu dibayar untuk diam atau memutarbalikkan fakta,” ungkapnya.
Kondisi ini menimbulkan ketakutan di masyarakat. Tidak hanya karena kekuatan uang, tetapi juga karena adanya rekayasa pemberitaan yang menyesatkan. Mafia tumor kayu di Tanimbar seakan kebal hukum dan terus meraup keuntungan besar dari hasil hutan yang seharusnya dilestarikan.
Hutan dieksploitasi tanpa izin, tanpa musyawarah, dan tanpa pembagian manfaat. Nilai ratusan juta rupiah dari tumor kayu hanya dinikmati segelintir orang yang berselingkuh dengan kekuasaan uang.
Sumber lain menyebut, ada “pemain besar” di balik Udin dan Ical yang sengaja tidak ingin namanya terungkap. Mereka adalah pemodal dari luar daerah yang bersekongkol dengan oknum jurnalis demi melanggengkan bisnis haram ini.
Dalam aspek hukum, operasi tumor kayu ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Setiap orang yang melakukan penebangan, pengangkutan, hingga perdagangan hasil hutan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda mencapai Rp 10 miliar. Selain itu, penggunaan dokumen palsu juga masuk ranah Pasal 263 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun.
“Jangan pernah percaya kalau tumor kayu di Tanimbar bisa keluar tanpa ada jurnalis yang ikut melindungi. Semua ini ada jaringannya, dan uang adalah kunci utamanya.” Kasus tumor kayu Linggua kini menjadi bom waktu, menunggu ketegasan aparat penegak hukum dan hutan Tanimbar tidak terus diperkosa oleh mafia. Tutupnya. (*)


 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
