Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com – Aroma busuk kebohongan dan fitnah kembali menyebar dari bilik gelap informasi digital. Sosok yang dikenal sebagai wartawan gadungan, Simon Wermasubun, teroris kembali berulah. Setelah gagal memfitnah Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Kepulauan Tanimbar, kini Simon menyerang balik media Jurnalinvestigasi.com dengan tuduhan hoaks yang tak berdasar. Modusnya tak berubah mengarang berita, menyebarkan lewat media tak jelas legalitasnya, dan menebar ujaran kebencian demi menjatuhkan kredibilitas pihak lain.
Simon Wermasubun selama ini dikenal publik sebagai wartawan bodrex istilah untuk mereka yang mengaku jurnalis namun tak pernah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW), tidak terdaftar di Dewan Pers, serta tidak tunduk pada mekanisme jurnalistik yang sah. Media tempatnya bernaung, Liputan7.id, diketahui bukan anggota organisasi pers resmi, tidak berbadan hukum sebagai perusahaan pers, dan tidak terverifikasi Dewan Pers. Meski begitu, Simon kerap memanfaatkan media itu sebagai alat menyerang individu atau organisasi yang tidak disukainya, tanpa konfirmasi atau hak jawab.
Dalam sebuah unggahan terbaru, Simon menuding Jurnalinvestigasi.com sebagai penyebar hoaks, dan menyebut media ini terafiliasi dengan perusahaan non-pers bernama PT Edy Jaya Makmur. Pernyataan ini jelas merupakan bentuk fitnah, karena Jurnalinvestigasi.com telah terdaftar dan berbadan hukum sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Simon bahkan mengklaim bahwa pimpinan Liputan7 di Jakarta akan membawa kasus ini ke Dewan Pers, sebuah upaya pengalihan isu yang absurd, untuk menutup biadabnya sebagai Teroris Informasi.
Simon Wermasubun bukan hanya menyebar informasi palsu, tetapi juga melakukan pelanggaran berat terhadap hukum pidana dan etika jurnalistik. Dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), menyebarkan konten yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik diancam pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp750 juta. Sementara dalam konteks pers, pasal 5 UU Pers menyatakan bahwa media wajib memberikan ruang hak jawab kepada pihak yang dirugikan. Simon tak pernah melakukannya.
Ironisnya, dalam pernyataan resminya, Simon menghimbau masyarakat agar menghormati profesi wartawan dan menekankan pentingnya UKW. “Jangan asal mengaku wartawan kalau belum paham cara menulis berita yang etis,” ujarnya, seolah dirinya adalah simbol profesionalisme pers. Padahal, selama ini Simon dikenal sebagai pengemis berita yang datang hanya jika ada amplop, tak pernah menulis berdasarkan data, dan menolak permintaan klarifikasi atau hak jawab dari pihak yang dirugikan oleh tulisannya.
Redaksi Jurnalinvestigasi.com menegaskan akan menempuh jalur hukum atas fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Simon Wermasubun. Saat ini tengah disiapkan laporan resmi ke Polres Kepulauan Tanimbar serta pengaduan ke Dewan Pers.
“Kami tidak bisa membiarkan orang seperti ini terus menggunakan media untuk menyebar racun informasi. Ini bukan hanya soal nama baik kami, tapi soal kebebasan pers yang sehat dan bertanggung jawab,” kata Kabiro redaksi Jurnalinvestigasi.
Undang-Undang Pers menyebut bahwa perusahaan pers harus berbadan hukum Indonesia. Dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers, dinyatakan bahwa media wajib memiliki penanggung jawab yang telah lulus UKW. Media seperti Liputan7.id yang tidak memenuhi ketentuan itu, dianggap tidak sah sebagai lembaga pers. Jika digunakan untuk menyebar fitnah atau ujaran kebencian, maka konsekuensinya bukan hanya sanksi etik, tetapi juga pidana.
Kasus ini adalah ujian serius bagi Dewan Pers dan aparat penegak hukum. Wartawan gadungan seperti Simon adalah aktor-aktor berbahaya dalam ekosistem informasi, yang merusak kepercayaan publik terhadap media. Mereka tidak hanya mempermalukan profesi jurnalis, tetapi juga mengancam tatanan demokrasi informasi. Dewan Pers harus memberi sanksi tegas terhadap media ilegal semacam Liputan7.id, dan Kepolisian wajib memproses hukum pelaku penyebar fitnah ini.
Simon Wermasubun bukan hanya ancaman bagi individu atau lembaga yang diserangnya, tetapi bagi seluruh praktik jurnalistik yang sehat. Fitnah terhadap Ketua PWI Kepulauan Tanimbar serangan terhadap media sah, dan penggunaan media bodrex sebagai senjata kebencian, menjadikan Simon sebagai teroris informasi yang nyata. Masyarakat harus waspada, Dewan Pers harus tegas, dan aparat hukum tidak boleh tinggal diam.
Penegakan hukum terhadap Simon adalah keharusan. Demokrasi dan kebebasan pers tidak boleh dikotori oleh para penyamun informasi. (Red)