Saumlaki, Jurnalinvestigasi.com – Keresahan masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar terhadap ulah wartawan nakal kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, sorotan tertuju pada sosok Simon Weridity, yang diduga menyalahgunakan profesi wartawan untuk kepentingan pribadi dengan cara-cara melanggar kode etik jurnalistik. Ia dituding membuat pemberitaan tendensius, memberitakan dengan itikad buruk, bahkan menggunakan kartu identitas pers untuk melakukan pemerasan terhadap aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa.
Warga Tanimbar yang sudah muak dengan kelakuan Simon Weridity meminta dengan tegas agar media tempat ia bernaung mencabut kewenangannya sebagai wartawan. Lebih jauh, masyarakat mendesak agar dilakukan tindakan hukum dan penghentian aktivitas jurnalistik (Stop Pers) terhadap yang bersangkutan.
Simon Weridity dikenal mengaku sebagai wartawan di beberapa media media online. Dalam praktiknya di lapangan, ia kerap datang ke instansi pemerintah dan desa-desa dengan dalih peliputan. Namun, menurut berbagai sumber, maksud kedatangannya sering kali diiringi tekanan verbal dan ancaman pemberitaan buruk bila permintaan tertentu tidak dipenuhi.
"Dia sering datang pakai ID card, lalu ancam-ancam kami. Kalau tidak kasih uang atau bensin, pasti ada berita jelek keluar," ujar seorang kepala desa di Tanimbar yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Tak hanya satu atau dua orang yang merasa dirugikan oleh perilaku Simon. Beberapa ASN pun melaporkan pernah mengalami tekanan yang sama. Mereka mengatakan bahwa Simon menggunakan kapasitasnya sebagai wartawan untuk memeras, bukan untuk menyampaikan informasi yang objektif kepada publik.
"Dia bukan cari kebenaran atau bantu masyarakat. Dia manfaatkan status wartawan untuk cari keuntungan pribadi," kata seorang ASN di lingkup Pemda Tanimbar.
Masyarakat Sudah Resah
Desakan masyarakat Tanimbar pun kian menguat. Mereka menilai tindakan Simon sudah sangat merusak citra jurnalis sejati dan menyebarkan ketakutan di kalangan aparat dan warga. Sejumlah tokoh masyarakat bahkan telah mengirimkan surat terbuka ke redaksi media tempat Simon bekerja, meminta pencabutan status persnya.
"Kami minta media yang mempekerjakan Simon segera mencabut ID card-nya. Jangan biarkan wartawan seperti ini bikin gaduh terus di Tanimbar," tegas tokoh masyarakat dari Kecamatan Wertamrian.
Sanksi Pidana Mengintai
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Dewan Pers, wartawan dituntut untuk bekerja secara independen, jujur, dan tidak menyalahgunakan profesinya. Bila melanggar, selain dapat dikenai sanksi etik oleh Dewan Pers dan organisasi profesi seperti PWI, juga dapat dikenakan sanksi pidana.
Dalam konteks pemerasan, Pasal 368 KUHP berbunyi:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman untuk memberikan sesuatu, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."
Jika Simon Weridity terbukti menggunakan kapasitas wartawan untuk memeras ASN atau masyarakat, maka dapat dijerat pasal tersebut. Lebih jauh, pasal-pasal lain tentang pencemaran nama baik dan penyebaran informasi bohong pun bisa dikenakan, bila terbukti membuat berita tanpa dasar yang sahih.
Redaksi Media Diminta Bertanggung Jawab
Warga juga menyayangkan kurangnya pengawasan dari media tempat Simon Weridity bernaung. Dalam dunia jurnalistik profesional, redaksi berkewajiban melakukan verifikasi terhadap setiap berita dan juga terhadap etika wartawan di lapangan.
"Kami minta bukan hanya Simon yang diproses, tapi juga media tempat dia bekerja harus bertanggung jawab. Jangan biarkan orang semacam ini rusak nama jurnalis yang benar," ujar Moses Lerewatu, aktivis pemuda dari Tanimbar Utara.
Sampai berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari redaksi media tempat Simon Weridity bekerja. Namun tekanan masyarakat semakin besar. Bahkan, beberapa organisasi masyarakat sipil dikabarkan akan melaporkan tindakan Simon ke aparat penegak hukum dan Dewan Pers.
Bagi warga Kepulauan Tanimbar, jurnalis adalah mitra pembangunan dan pengawal demokrasi. Tapi ketika seorang wartawan menyalahgunakan profesinya untuk menyebarkan teror, intimidasi, dan pemerasan, maka sudah sewajarnya masyarakat bersuara. (*)