Pontianak,Media Jurnal Investigasi-Proyek Pemerintah Program Revitalisasi SMA Tahun 2025 yang dilaksanakan di lingkungan SMA Negeri 12 Pontianak diduga menyimpan sejumlah kejanggalan. Indikasi ketidakwajaran ini mencuat mulai dari proses pengelolaan proyek, keterlibatan pihak ketiga yang tidak jelas, hingga dugaan pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3), yang membuka ruang kuat terhadap dugaan praktik korupsi dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025.
Proyek revitalisasi ini mencakup pembangunan Ruang Laboratorium IPA, Ruang Perpustakaan, Ruang Laboratorium Komputer, Ruang Administrasi, Ruang Toilet Siswa, Ruang UKS, dan Ruang BK. Berdasarkan dokumen proyek, pekerjaan memiliki waktu pelaksanaan 160 hari kalender, dimulai pada 11 Agustus 2025, dengan total nilai anggaran sebesar Rp 2.167.057.000,00, bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025.
Namun, proses pengerjaan dan skema pertanggungjawaban proyek disebut mengalami penyimpangan dari aturan yang berlaku.
Keterangan Pihak Sekolah: Pengelolaan Diduga Dialihkan ke Pihak Ketiga
Saat dikonfirmasi, Waka Kesiswaan SMA Negeri 12 Pontianak, Tri, menyatakan bahwa proyek tersebut dikelola oleh seorang bernama Darmadi, dengan keterlibatan dua kontraktor.
“Kegiatan tersebut dikelola oleh Pak Darmadi dan ada dua kontraktor, salah satunya Andre, dan ada lagi yang tidak tahu namanya,” ujar Tri kepada awak media.
Tri juga mengarahkan agar konfirmasi lebih lanjut dilakukan kepada Darmadi selaku penanggung jawab. Namun hingga berita ini diterbitkan, Pak Darmadi belum memberikan respons dan tidak dapat dikonfirmasi, menambah kuat dugaan adanya ketertutupan dalam pengelolaan anggaran negara tersebut.
Temuan Lapangan: Pekerja Tidak Menggunakan K3
Berdasarkan pantauan tim investigasi di lokasi proyek, terlihat para pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan tidak menerapkan standar keselamatan kerja. Padahal, penerapan K3 wajib dipenuhi oleh seluruh pelaksana proyek konstruksi yang menggunakan dana pemerintah.
Ketiadaan K3 tidak hanya melanggar aturan formal, tetapi juga berpotensi membahayakan keselamatan pekerja serta memperlihatkan lemahnya pengawasan dari pihak yang bertanggung jawab.
Pelanggaran yang Berpotensi Terjadi dan Dasar Hukumnya.
Apabila benar proyek dikelola oleh individu atau pihak ketiga tanpa penunjukan resmi dan tanpa struktur pelaporan, maka hal ini berpotensi melanggar:
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 3
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain… menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan…”
Ancaman: Maksimal 20 tahun penjara.
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 3 dan Pasal 6, mengenai pertanggungjawaban penggunaan anggaran negara.
Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang mewajibkan proses pengadaan dilakukan transparan, akuntabel, dan sesuai prosedur.
2. Dugaan Pelanggaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Pekerja yang tidak menggunakan APD merupakan pelanggaran langsung terhadap:
UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 3 Ayat 1
Wajib menyediakan dan memastikan pekerja menggunakan alat pengaman diri.
PP No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3
Pelaksana proyek konstruksi wajib menerapkan sistem manajemen K3.
Pelanggaran K3 dapat dikenakan sanksi administratif, pembekuan kegiatan, hingga sanksi pidana apabila menyebabkan kecelakaan kerja.
3. Potensi Kerugian Negara
Jika pengelolaan anggaran tidak dilakukan oleh pihak resmi dan tidak sesuai mekanisme kontrak, maka terdapat potensi:
Penyimpangan anggaran
Pemborosan keuangan negara
Pemotongan atau pengurangan nilai proyek yang mencederai kualitas bangunan pendidikan
Hal ini masuk dalam ranah:
UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Tipikor
Pasal 2 dan Pasal 3
(Kerugian negara dan penyalahgunaan kewenangan)
Belum Ada Tanggapan dari Penanggung Jawab
Hingga laporan ini diturunkan, Darmadi selaku pihak yang disebut mengelola kegiatan belum memberikan jawaban atau klarifikasi terkait dugaan keterlibatan pihak ketiga maupun ketidaksesuaian teknis di lapangan.
tim


